Sekolah Nasima

Pendidik Sekolah Nasima Belajar tentang Kemuliaan Sunan Terboyo

Bagikan

MENGENAL KEWALIAN SUNAN TERBOYO: Ketua Pembina YPI Nasima, KH Hanief Ismail Lc (duduk dekat kamera) bersama guru dan tenaga kependidikan Sekolah Nasima menyimak kisah tentang Sunan Terboyo yang disampaikan oleh penjaga makam, Totok Darmanto (paling kiri).

Jumat malam 16/9/2022 pendidik Sekolah Nasima melakukan kegiatan ziarah ke makam salah satu wali Allah, yaitu Habib Muhammad Al Qodhi atau biasa disebut Pangeran Suro Hadi Menggolo atau Sunan Terboyo. Letaknya di kompleks Masjid Al Fattah atau Masjid Besar Terboyo, Kelurahan Tambakharjo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang. Ziarah tersebut merupakan rangkaian dari kegiatan Setu Legen atau Sabtu Legi yang rutin diselenggarakan sebulan sekali. Pesertanya sejumlah 30 orang guru maupun tenaga kependidikan KB-TK, SD, SMP, maupun SMA Nasima. Ziarah dipimpin langsung oleh Ketua Pembina YPI Nasima, KH Hanief Ismail Lc.

Jamaah Nasima tiba di kompleks Masjid Terboyo sekitar jam 21.00. Setelah wudu dan sholat tahiyatul masjid mereka mengeksplorasi bangunan masjid bersejarah di tengah perkampungan tersebut. Tak langsung masuk ke makam, namun silaturahmi dulu dengan penjaga makam, Totok Darmanto. Totok menyampaikan kisah tentang Sunan Terboyo secara panjang lebar.

“Sunan Terboyo muda atau Pangeran Suro Hadi Menggolo atau Habib Muhammad Al Qodhi lahir pada tahun 1771 dan wafat pada tahun 1834 atau dalam usia 63 tahun. Dia merupakan anak dari Patih Kadipaten Pekalongan, Kiai Soerodirjo. Kakeknya adalah Kiai Boostam dari Semarang”, kata Totok. Pria paruh baya tersebut mengisahkan, bahwa sejak muda sang pangeran sudah mumpuni dalam hal agama maupun kiprah di bidang perniagaan serta perjuangan melawan penjajah Belanda dan para perompak yang mengancam nelayan sepanjang pesisir utara Jawa. Karena keunggulan akhlak, agama, dan keberaniannya banyak sekali para perompak yang insyaf dan memeluk Islam, bahkan menjadi pasukan andalannya. Dikisahkan, sang pangeran sering terlihat menaiki buaya saat berlayar menyusuri pesisir utara Jawa. Itu adalah kiasan, buaya merupakan simbol dari para mantan perompak yang sudah sadar dan menjadi pengikutnya.

KHUSYUK: Peziarah dari Sekolah Nasima memanjatkan kalimat-kalimat thoyibah dan doa di sekeliling makam Sunan Terboyo.

Pada tahun 1808-1821 Pangeran Suro Hadi Menggolo dinobatkan menjadi Bupati Semarang. Salah satu keponakannya kita kenal sebagai seniman hebat yang berkarakter nasionalis agamais, yaitu Raden Saleh Syarief Bustaman. Sang Bupati menikah dengan salah satu putri dari Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa atau Adipati Mangkunegoro I. Pangeran Sambernyawa juga seorang pejuang yang gigih melawan Belanda. Setelah selesai menjabat Pangeran Suro Hadi Menggolo fokus menyebarkan agama dan membangun Masjid Terboyo sampai akhir hayatnya.

Sekitar satu jam jamaah belajar sejarah sekaligus meneladani Sunan Terboyo bersama penjaga makam. Setelah itu memasuki joglo makam untuk berziarah. Kalimat-kalimat thoyibah dilantunkan dilanjutkan doa untuk para auliya. Semua jamaah tampak khusyuk dalam kegiatan ziarah. Sekitar jam 23.00 kegiatan selesai. Esok harinya kegiatan dilanjutkan dengan Khataman Al Qur’an di Masjid Baitul Masykur Nasima.

“Senang sekali bisa mengetahui sejarah Sunan Terboyo. Selama ini kami tidak memperhatikan atau memang belum intensif mempelajarinya. Ternyata kisahnya luar biasa, beliau adalah seorang Habib yang mumpuni dalam bidang agama, dakwah, dan perniagaan sekaligus pejuang bangsa yang gigih melawan penjajah,” kata salah seorang peserta ziarah yang juga Direktur Asrama dan Keagamaan YPI Nasima, Ahmad Mundzir Al Hafidz SPd.  (Pram)


Bagikan

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *