SEKOLAH “MERAH PUTIH” NASIMA MENDIDIK GENERASI PEMIMPIN INDONESIA RAYA
Yayasan Pendidikan Islam Nasima disingkat YPI Nasima adalah penyelenggara lembaga-lembaga pendidikan bernama Nasima yang terdiri dari dari jenjang pendidikan anak usia dini (Daycare, Toddler, KB, dan TK Nasima), SD Nasima, SMP Nasima, dan SMA Nasima. Guna memudahkan penyebutan, maka YPI Nasima beserta lembaga-lembaga pendidikan yang dikelolanya disebut sebagai Sekolah Nasima. Nasima merupakan akronim dari kata nasionalisme agama Sikap dan perilaku cinta tanah air serta akidah akhlak agama yang dianut merupakan kesatuan karakter insan Indonesia.
Sekolah Nasima berdiri pada tanggal 7 Januari 1994 atau 24 Rajab 1414 H. YPI Nasima menyusun periodisasi dalam bertumbuh kembang. Dasa warsa atau periodisasi sepuluh tahunan disepakati segenap keluarga besar YPI Nasima. Dasa warsa I (1994-2004) merupakan masa peletakan dasar-dasar lembaga. Penanaman visi, misi, karakter, program, budaya, dan sistem penyelenggaraan lembaga dilaksanakan pada masa itu. Ketua Pendiri YPI Nasima, H Yusuf Nafi SH CN turun tangan sendiri menjadi pemandunya dengan menjadi Ketua Pengurus YPI Nasima. Pada dasa warsa II (2004-2014), YPI Nasima memasuki masa pemantapan jati diri. Ketua Pengurus dijabat oleh KH Hanief Ismail Lc. H Yusuf Nafi tetap mendampingi sebagai anggota dewan pembina. Kemudian pada dasa warsa III (2014-2024) YPI Nasima dan sekolah-sekolah yang dikelolanya bertarget menjadi lembaga mandiri dan tinggal landas. Bahkan, pada tahun 2019 atau di usia 25 tahun Nasima mampu menjadi sekolah berlevel internasional.
Perkembangan yang dinamis telah ditempuh Nasima selama kurun waktu lebih dari dua dasawarsa. Di bekas sebuah garasi angkutan kota, TK Nasima menjadi unit sekolah pertama yang didirikan Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Nasima pada tahun 1994. Tiga orang guru dengan 17 peserta didik mengawali perintisan Sekolah Nasima yang beralamat di Jl Puspanjolo Selatan 53 Semarang itu. Setahun kemudian, tahun 1995, berdirilah SD Nasima. Tahun 1997, YPI Nasima mendapat amanah untuk meneruskan pengelolaan SD Trijaya dan SMP Budisiswa. SD Trijaya tutup dan peserta didiknya mutasi ke SD Nasima. SD Nasima memiliki kelas I-VI pada tahun ketiga usianya. SMP Budisiswa dan berubah nama SMP Nasima pada tahun 2000. Tahun 2002 dibuka Kelompok Bermain (KB) Nasima. Tahun 2006 SMP Nasima memerima mutasi murid SMP Diponegoro yang tutup operasional. Tahun 2007, SMA Nasima menyusul berdiri sebagai transformasi SMA Diponegoro. Tahun 2011 dibuka jenjang Toddler Nasima dan 2013 dibuka layanan Daycare Nasima. Sebuah rangkaian sejarah sekolah yang penuh cerita dan dinamika.
Sekarang, sekitar 180 guru dan karyawan serta 1.500 lebih peserta didik bernaung di unit-unit Sekolah Nasima. Mereka tersebar di empat lokasi. Sekolah Merah Putih I (Jl Puspanjolo Selatan 53 Semarang) menjadi tempat belajar SD Nasima. Sekolah Merah Putih II (Jl Trilomba Juang 1 Semarang) untuk SMP Nasima. Satuan pendidikan Toddler, KB, dan TK Nasima belajar di Sekolah Merah Putih III Jl Puspanjolo Tengah Raya 69 Semarang. Sedangkan aktivitas kependidikan SMA Nasima bertempat di Sekolah Merah Putih IV Nasima Gandanegara Jl Yos Sudarso 17 Arteri Utara Perumahan Puri Anjasmara Blok F Semarang.
Selain bangunan-bangunan sekolah YPI Nasima juga segera melengkapi fasilitas asrama untuk peserta didik kelas atas (SMP dan/atau SMA). Upaya ini merupakan perwujudan dari target Nasima International Boarding School. Jangkauan pendidikan Sekolah menjadi semakin luas. Anak-anak dari segala penjuru negeri bisa berpadu dalam menempa diri menjadi insan Indonesia berlmu berakhlak al karimah.
Sejak berdiri Sekolah Nasima selalu berkomitmen dalam penyelenggaraan pendidikan anak bangsa yang berkualitas. Kekhasan pendidikan Nasima adalah kuatnya ruh pendidikan nasionalisme agama. Pelaksanaan setiap proses pendidikannya terintegrasi dengan pembekalan kompetensi nasionalisme agama (nasima), kompetensi eksakta, kompetensi bahasa komunikasi dunia, kompetensi teknologi terapan, terutama teknologi informasi.
Jas Merah
Kisah perjalanan Sekolah Nasima dimulai dari kegalauan Tri Setyoadi, yang kini biasa dipanggil H. Yusuf Nafi’, SH, CN. Kegalauan itu muncul berdasar pengalaman dan pengamatannya sejak masih mahasiswa. Riwayat pendidikannya semua berkaitan dengan dunia hukum. Dia kuliah kedinasan di Akademi Agraria, lalu jurusan hukum UNTAG, dan kenotariatan UNDIP. Pria kelahiran Blitar, 7 Januari 1956 memang dikenal sebagai mahasiswa yang sangat kritis dan beridealisme tinggi. H Yusuf Nafi’ merasa prihatin dan galau atas sistem pendidikan yang berlaku di era 1970-1990an. Fokus pendidikan cenderung mengasah kognisi saja melalui metode doktrinasi atau berpusat pada guru. Kebijakan pendidikan juga sentralistik. Anak didik hanya difungsikan sebagai obyek. Potensi-potensi anak tidak mampu berkembang optimal dengan fokus pendidikan dan metode yang kurang memanusiakan itu. Generasi bangsa akan menjadi generasi yang kerdil dalam hal daya pikir, wawasan, kreativitas, dan perilakunya. Menurut Yusuf Nafi’, generasi “kerdil” itu akan sulit bersanding dan bersaing dengan bangsa lain di era global yang telah digambarkannya akan terjadi mulai awal abad ke-21.
Sistem indoktriner dari penguasa politik saat itu tanpa mengembangkan sisi-sisi kemanusiaan hakiki yang berjalan di era itu telah mengusik idealismenya. Lewat proses yang mendalam, kristalisasi idealismenya itu ia sebut dengan “nasimaâ€, akronim dari nasionalis agamais. Aneka literatur dan diskusi-diskusi dengan banyak tokoh dari berbagai latar belakang semakin memperkokoh tekadnya untuk menerapkan nilai-nilai Nasima dalam sebuah lembaga pendidikan pada suatu saat nanti. Peserta didik harus diberi kemerdekaan untuk mengembangkan segala potensinya sesuai jaman mereka nanti.
Bangsa ini membutuhkan generasi yang berlabel manusia Indonesia seutuhnya. Multiple intelegency atau kecerdasan jamak harusnya dibekalkan pada generasi Indonesia masa depan itu. Ki Hajar Dewantara mendefinisikannya sebagai insan merdeka. Prinsipnya, generasi bangsa Indonesia harus memiliki nasionalisme dan agama yang kuat, mandiri, serta berilmu dan berakhlak al karimah. Guna mewujudkan idealisme itu, dia sangat ingin mendirikan suatu lembaga pendidikan. Sebagai seorang wirausahawan, mendirikan sebuah lembaga pendidikan adalah amal jariyah dan sumbangsih untuk bangsa.
Perjalanan idealismenya membawanya ke forum-forum diskusi para tokoh Nahdlatul Ulama (NU), antara lain KH Sahal Mahfudh dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Yusuf Nafi muda merasa ada keselarasan pemikiran nasionalis-agamis atau nasima dengan NU. NU dalam perjalanannya sangat konsisten dan komitmen terhadap jalan Islam ahlussunnah waljamaah (aswaja) dan kebangsaan. Muktamar NU di Situbondo kemudian di Cipasung aktif ia ikuti untuk memperkuat gagasan-gagasannya. Dalam forum itu, dia pada suatu kesempatan bertemu dengan KH Hanief Ismail, yang nantinya menjadi Ketua Pengurus YPI Nasima dasawarsa kedua.
Pada awalnya, dia mencoba mendirikan sebuah lembaga pendidikan berpola boarding school di Yogyakarta bekerja sama dengan sebuah pondok pesantren. Karena berbagai alasan, perjuangan awal itu dia nilai belum berhasil. Namun cita-cita Tri Setyoadi untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang berkualitas sesuai visi dan misi yang dia bangun tak pernah pudar.
Di daerah Puspanjolo, Kelurahan Bojongsalaman, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, benih-benih lembaga pendidikan yang dia cita-citakan akhirnya mulai tertanam dan subur bertumbuh. Pertemuannya dengan H. Sardjono, SH, H.M. Ridwan, H. Soetjipto, dan lainnya berbuah dengan berdirinya Taman Pendidikan Al-Qur,an (TPA) Darrunnajah pada tahun 1991. TPA itu mereka kelola melalui organisasi Badan Koordinasi Antar Masjid (BKAM) Kelurahan Bojongsalaman. TPA itulah yang menjadi bulir benih Sekolah Nasima. Mereka ingin membekali anak-anak usia dini dengan pendidikan agama melalui belajar baca tulis Al-Qur,an, hafalan doa, ibadah, serta teladan-teladan mulia melalui metode yang sederhana dan menarik. Awalnya, TPA Darrunnajah belum memiliki tempat tetap. Tiga masjid di sekitar Puspanjolo, yaitu Masjid Al Muslim, Masjid At Taqwa, dan Masjid Darul Arqam menjadi tempat pendidikan sesuai tingkat kemampuan mengaji peserta didiknya.
Pada tahun 1993, usaha H. Yusuf Nafi’ di bidang transportasi berkembang pesat. Tanah kosong di Jalan Puspanjolo Selatan 53 tak cukup lagi untuk menampung armada angkutan kota dan bus. Armada-armada PO Nasima dipindahkan di lokasi yang lebih luas di daerah Genuk. Di bekas garasi Puspanjolo itulah akhirnya H. Yusuf Nafi’ membangun dua kelas untuk TPA Darrunnajah. Bangunan TPA yang berdiri di tanah kosong bekas garasi itu menyemangati H. Yusuf Nafi’ untuk mewujudkan keinginannya mendirikan sebuah lembaga pendidikan formal.
Seperti sudah digariskan oleh Yang Maha Kuasa, akhirnya, pada tanggal 7 Januari 1994, H. Yusuf Nafi’, S.H, C.N, bersama istrinya, Hj. Djumini Setyoadi, S.H, M.Kn, serta tiga anaknya, yaitu Imam Nasima, L.L.M, Dewi Nasima, S.Kel, M.Sc, dan Tri Bekti Nasima, S.Kom, B.A mendirikan Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Nasima. Guna memperkuat gagasan maupun penerapan dalam proses pendidikan Nasima, bberapa ulama besar seperti Dr. K.H. M.A. Sahal Mahfudh, K.H. Hanief Ismail, Lc. dan Prof. Dr. H Amin Syukur, M.A dimohonnya untuk bergabung dalam kepengurusan YPI Nasima. Beberapa tokoh juga turut memperkuat kepengurusan, antara lain H. Sardjono, S.H, H.M. Ridwan, H. Soetjipto, H. Agus Sofwan Hadi, SH, dan sebagainya. Pada dasawarsa pertama sebagai masa peletakan dasar visi misi Nasima, H. Yusuf Nafi’ memimpin langsung sebagai ketua yayasan.
Tiga guru pertama, yaitu Dra. Sulastri, Dra. Martutik Swandayani, dan Dra. Fajriyah direkrut dan dipersiapkan untuk merintis berdirinya Taman Kanak-kanak (TK) Nasima di Jalan Puspanjolo Selatan 53 Semarang. Penguatan datang dari Dr. Hj. Anggani Soedono, MA dan Dra. Hj. Fatimah, pakar, pengajar, sekaligus pimpinan PGTKI Cut Mutia Jakarta. Merasa memiliki cukup bekal, bulan Juli 1994 TK Nasima mulai beroperasi. Murid pertamanya hanya 1 kelas dengan jumlah 17 anak. Dra. Sulastri diamanahi sebagai Kepala TK Nasima pertama. Karena lokal bangunan digunakan untuk TK Nasima, TPA Darrunnajah dipindahkan ke Masjid Al Muslim dan selanjutnya menetap di kediaman H.M. Ridwan di Jalan Puspanjolo Tengah Raya Semarang.
Setahun kemudian, mulai tahun pelajaran 1995/1996 YPI Nasima membuka Sekolah Dasar (SD) Nasima sebagai kelanjutan belajar lulusan pertama TK Nasima. Dua paralel kelas 1 memulai jalan proses pendidikan SD Nasima. Lokasinya satu atap dengan TK Nasima. Tiga guru direkrut untuk merintis SD Nasima. Mereka adalah Joko Sulistiyono, S.Pd, Indarti Suhadisiwi, M.Pd dan Sugiyanti, A.Md. Joko Sulistiyono, S.Pd diserahi tugas sebagai Kepala SD Nasima pertama. Kurikulum pemerintah dan ciri khas Nasima diramu sebagai materi pembelajaran di TK maupun SD Nasima. Pembelajaran kreatif dengan metode dan media yang variatif diterapkan oleh para guru-guru perintis itu.
Belum genap tiga tahun berdiri, mulai tahun pelajaran 1996/1997, YPI Nasima mendapat amanah dari Yayasan Budisiswa yang karena suatu hal tidak mampu meneruskan penyelenggaraan sekolah yang didirikannya. Yayasan Budisiswa adalah sebuah yayasan pendidikan yang berdiri pada tahun 1971. Pengurusnya antara lain H.M Nuchri, Drs. Pardi Hadisaroyo, dan sebagainya. Mereka mengelola SD Trijaya yang dibuka mulai tahun 1971, TK Trijaya mulai 1974, dan SMP Budisiswa mulai 1977. Lokasinya ada di Jalan Puspanjolo Selatan 60 Semarang. Pada sekitar tahun 1995 sekolah-sekolah tersebut mengalami kemunduran yang drastis, bahkan TK Trijaya sampai tutup operasionalnya. Menyikapi kondisi itu, pada tahun 1996, musyawarah pengurus Yayasan Budisiswa memutuskan untuk mengamanahkan SD Trijaya dan SMP Budisiswa kepada YPI Nasima.
Dalam rangka memperlancar proses amanah, diadakan reorganisasi kepengurusan Yayasan Budisiswa. Drs. Ragil Wiratno terpilih menjadi ketuanya. Mulai tahun 1997/1998 SD Trijaya tutup dan semua peserta didik mutasi ke SD Nasima. Otomatis, mulai tahun itu SD Nasima memiliki kelas 1 sampai kelas VI. Sedangkan SMP Budisiswa tetap operasional di bawah pengelolaan YPI Nasima (SMP Budisiswa d/h Nasima). Beberapa pendidik dan tenaga kependidikan yang sanggup serta lolos uji kompetensi juga ikut serta.
Pada tahun 1998 Yayasan Budisiswa melebur ke YPI Nasima. H. Yusuf Nafi’ sebagai ketua dan Drs. Ragil Wiratno menjadi wakil ketua. Perubahan nama SMP pun segera diupayakan. Proses serah terima antar kedua yayasan tuntas pada tanggal 21 Januari 2000. Tanggal 8 Februari 2000 Kantor Wilayah Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah menetapkan perubahan nama SMP Budisiswa menjadi SMP Nasima. Mulai tahun pelajaran 2000/2001 resmi dibuka kegiatan pendidikan bernama SMP Nasima di Jalan Puspanjolo Selatan 53 Semarang, satu kompleks dengan TK dan SD Nasima. Drs. Nowo Susilo, BA diamanahi sebagai Kepala SMP Nasima pertama, setelah sebelumnya menjabat sebagai Kepala SMP Budisiswa. Biaya pendidikan peserta didik dari SD Trijaya maupun SMP Budisiswa sama dengan biaya semula. YPI Nasima memfasilitasi mereka dengan standar yang sama dengan peserta didik Nasima yang lebih dulu tergabung, termasuk pakaian seragam dan makan siang.
Sejarah kembali terulang. Tanggal 13 April 2005 YPI Nasima kembali mendapat amanah dari Yayasan Pendidikan Pangeran Diponegoro untuk meneruskan pengelolaan SMP Diponegoro dan SMA Diponegoro yang beralamat di Jalan Trilomba Juang 1 Semarang. Yayasan dan sekolah yang didirikan oleh Almaghfurllah KH. Ali Masjhar, salah satu tokoh NU ternama itu mengalami kemunduran signifikan di sekitar tahun 2000-an.
Nota kesepahaman antara kedua yayasan disusun dan disepekati bersama. Tanggal 1 Juli 2006 SMP Diponegoro tutup operasionalnya. Peserta didiknya yang tinggal satu kelas IX mutasi ke SMP Nasima. Kampus baru yang lebih megah didirikan menggantikan kampus lama yang lebih dulu diratakan tanah. SMP Nasima pun pindah ke lokasi baru tersebut. Mulai tahun pelajaran 2006/2007 YPI Nasima mengelola TK, SD, SMP Nasima, dan SMA Diponegoro. Serupa dengan peserta didik Budisiswa terdahulu, beberapa pendidik dan tenaga kependidikan YPP Diponegoro yang sanggup serta lolos uji kompetensi juga ikut serta. Biaya pendidikan peserta didik asal Diponegoro sama dengan biaya semula. Fasilitas belajar mereka sama dengan peserta didik Nasima yang lebih dulu tergabung, termasuk pakaian seragam dan makan siang.
Tahun pelajaran 2007/2008 SMA Nasima memperoleh izin operasional untuk memulai proses pembelajaran dengan membuka kelas X. SMA Diponegoro tidak menerima peserta didik baru lagi. Kelas XI SMA Diponegoro integrasi ke SMA Nasima. Pada tahun 2008/2009 SMA Nasima lengkap memiliki kelas X, XI, dan XII, sehingga semua jenjang sekolah telah bernama Nasima.
Doa Ulama Turut Membesarkan Sekolah Nasima
Dalam perjalanannya, Sekolah Nasima didukung berbagai pihak. Yayasan sebagai penyelenggara mampu menggandeng peran serta orang tua dan masyarakat untuk sinergi membesarkan Nasima. Selain pihak-pihak tersebut, dukungan ulama juga sangat menentukan. Dalam setiap kegiatan, Sekolah Nasima dihadiri ulama. Tidak hanya sekedar hadir dan memberi doa restu, beberapa ulama juga tergabung dalam kepengurusan. uk dalam kepengurusan.
Sembilan orang ulama dan umara mengawali pembangunan gedung SMP-SMA Nasima di Jalan Trilomba Juang 1 Semarang pada November 2005. Pun di acara peletakan batu pertama pembangunan KB-TK Nasima di Jalan Puspanjolo Tengah Raya 69 Semarang pada hari Senin, 27 Desember 2010. Pada saat peresmian gedung (Sabtu, 24/9/2011) sembilan ulama dan umara kembali hadir untuk menghunjukkan doa peresmian. K.H. M.A. Sahal Mahfudh beserta ulama lainnya memohon pada Allah semoga gedung dan proses pendidikan di dalamnya senantiasa dilimpahi berkah kelancaran dan kesuksesan. Selain KH Sahal Mahfudz, ulama-ulama yang hadir yaitu K.H. Masruri Abdul Mughni, K.H. Dzikran Abdullah, K.H. Ahmad Rofiq, K.H. A Daroji, K.H. Hadlor Ihsan, K.H. Muhammad Adnan, M.A, K.H. Haris Sadaqah, dan Dr. K.H. Navis Junalia. Para ulama dan tokoh pemerintahan maupun masyarakat kembali hadir untuk berdoa bersama dan meletakkan batu pertama pembangunan gedung KB-TK Nasima. Pada saat awal pembangunan maupun peresmian gedung SMA Nasima, para ulama dan tokoh tetap mendukung perjuangan Nasima di bidang pendidikan. Dr. K.H. Hasyim Muzadi, ulama sekaligus tokoh nasional hadir dan turut berdoa pada peresmian gedung SMA Nasima. Selain itu hadir juga tokoh-tokoh lintas agama.
Peran ulama dan umara dalam langkah-langkah Nasima merupakan tradisi penjagaan budaya tawadlu pada para alimdan pemimpin. Alim ulama adalah penjaga akidah dan sumber ilmu. Teladan dan keberkahan mereka senantiasa diikuti agar selamat dunia dan akhirat. Walaupun proses perjalanan Nasima erat dengan ulama atau NU, warna Nasima tetap merah putih, bukan yang lain. Penanda keberadaan NU dalam sejarah Nasima disimbolkan dalam relief bintang sembilan di lobby Sekolah Merah Putih II.
Meski pemikiran-pemikiran Nasima sangat erat dan selaras dengan pemikiran-pemikiran NU, Nasima bukanlah NU. Nasima tidak ada struktur yang terkait dengan NU. Bila ada nilai lebih dari Sekolah Nasima, kami persilahkan Lembaga Pendidikan Ma’arif NU, Muhammadiyah atau siapapun untuk menjadikan Nasima sebagai laboratorium atau apapun namanya. Selama untuk kepentingan pendidikan anak bangsa, kami pasti terima dengan tangan terbuka, kata H. Yusuf Nafi.
Rangkuman sejarah yang telah tertulis adalah media pengingat bagi siapa saja, bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba. Semuanya terjadi karena kerja keras dan atas pertolongan Allah. Para generasi penerus Nasima harus ber-jas merah. Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Namun, juga jangan terlalu membanggakan sejarah. Sejarah cukuplah sebagai inspirasi dan motivasi untuk lebih berani memunculkan inovasi demi kemajuan pendidikan Indonesia.
Pendidikan Nasima untuk Lokomotif-lokomotif Bangsa
Berbagai bidang kompetensi dikembangkan selama peserta didik sekolah di Nasima. Secara garis besar, kompetensi yang diharapkan tercapai bagi peserta didik melalui proses pendidikan di Nasima adalah 1) kompetensi ke-Nasima-an yang mendarah daging, 2) kompetensi eksakta yang kuat, 3) kompetensi multibahasa, serta 4) penguasaan teknologi terapan terutama teknologi informasi terkini. Empat kompetensi tersebut tidak semata-mata dilaksanakan dan diukur secara kuantitatif. Tujuan utamanya justru pada penerapan di kehidupan nyata secara lugas pada saat sekarang maupun kelak ketika jadi lokomotif-lokomotif atau pemimpin bangsa.
Kompetensi ke-Nasima-an merupakan pemahaman, penghayatan, dan penerapan nilai-nilai ideal sebagaimana diajarkan oleh para pendiri bangsa. Nama Nasima merupakan kesatuan yang padu dari nasionalisme dan agama (Nasima = nasionalisme dan agama – red). Berpadunya nasionalisme dan agama yang kuat dalam diri seorang anak bangsa akan menjadikannya generasi yang berkarakter paripurna.
Karakter Nasima (nasionalis agamis) sebagai satu kesatuan diharapkan menjadi karakter segenap bangsa Indonesia. Karakter Nasima merupakan solusi atas kondisi kita sebagai bangsa yang sedang terancam kehilangan jatidiri, radikalisasi, dan disintegrasi. Kondisi itu merupakan salah satu dampak globalisasi.
Globalisasi yang dimotori negara-negara barat telah berhasil menawarkan hedonisme, kebebasan berekspresi, pragmatisme, dan moralitas yang longgar. Generasi muda bangsa kita banyak yang turut berkiblat ke sana. Akibatnya, generasi kita sekarang mulai kehilangan identitasnya sebagai bangsa Indonesia yang berbudaya Bhineka Tunggal Ika dan adiluhung. Nasionalisme yang berakar pada penerimaan, pemahaman, penghayatan, dan penerapan nilai-nilai karakter bangsa sendiri telah berganti dengan nilai-nilai global.
Nilai-nilai nasionalisme dan agama yang dikembangkan secara terpisah ternyata membuat generasi sekarang menjadi kebingungan. Ketika seseorang memeluk suatu agama, maka ia cenderung mengikuti budaya yang ada di negara tempat awal berkembangnya agama tersebut. Orang yang memeluk Islam cenderung mengikuti budaya Arab, penganut Hindu ada dorongan untuk berkiblat budaya ke India, dan sebagainya.
Idealnya, beragama itu meyakini akidah dan menjalankan syariahnya dengan tetap berakar pada karakter serta budaya aslinya. Demikian juga halnya ketika menerapkan nasionalisme dalam konteks apapun seyogyanya tidak meninggalkan ajaran dan akhlak agama. Sebenarnya ajaran dan akhlak agama merupakan inti segala perikehidupan, termasuk nasionalisme. Jadi, nasionalisme dan agama itu memang satu kesatuan yang tak terpisahkan. Agama sebagai intinya, nasionalisme sebagai salah satu terapannya.
Ke-Nasima-an secara integratif diinternalisasikan melalui materi dan proses pembelajaran, budaya sekolah, kegiatan insidental, serta serangkaian Jelajah Nusantara. Pembelajaran pendidikan keagamaan, pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, bahasa Jawa, ilmu sosial, seni budaya, dan pendidikan keolahragaan senantiasa menegaskan keberadaan peserta didik sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang patuh pada syariat-Nya serta mencintai tanah airnya sebagai kesatuan yang padu. Akidah dan aklak Islami dipadukan dengan eksistensi bangsa Negara Indonesia yang multikultural dan sangat kaya potensi. Sebagai misal, dalam pembelajaran seni budaya, secara integratif peserta didik terbiasa berdoa di awal dan akhir kegiatan, mengakui bahwa Allah itu Dzat yang Indah dan menyukai keindahan, sebagai umatnya kita juga harus kreatif menciptakan keindahan lewat aneka karya seni sebagaimana kreatifnya bangsa Indonesia dari Sabang sampai merauke dalam berkarya, namun kaidah syariat dan norma ketimuran tetap menjadi acuannya.
Rutinitas harian sekolah Nasima disusun dalam tahapan tertentu dan dilaksanakan setiap hari sebagai tradisi budaya sekolah. Pada pagi hari peserta didik usia dini sampai SMA Nasima selalu disambut oleh senyum, salam, dan jabat tangan dari guru-guru yang mencintai semua muridnya. Pengibaran bendera Merah Putih di halaman oleh Tim Paskibra dan kumandang lagu “Indonesia Raya†selalu dilaksanakan setiap jam 06.55 pada hari sekolah.
Sementara itu di ruang-ruang kelas rutinitas pagi Nasima dilaksanakan semua peserta didik didampingi wali kelasnya. Kegiatan sebelum pembelajaran adalah periksa kesemaptaan penampilan (berbaris, kerapian dan kelengkapan seragam, kebersihan kuku, kerapian rambut atau kerudung), dan ikrar siswa di teras kelas. Setelah itu bersalaman dengan wali kelasnya. Di bangku masing-masing warga kelas melakukan penghormatan bendera Merah Putih dilanjutkan menyanyi “Indonesia Rayaâ€, “Mars Nasimaâ€, dan “Himne Nasimaâ€. Setelah itu mujahadah Asma’ul Husna, taddarus Al-Qur’an atau membaca buku perpustakaan kelas (budaya literasi pustaka), doa sebelum belajar, curah ekspresi (WIFLE-what I feel like expression), sampai pembukaan kelas oleh wali kelas.
Curah ekspresi adalah “ritual penting bagi guru dan teman sekelas menjadi pendengar yang empatik terhadap kondisi beberapa siswa yang mungkin “bermasalah†atau “surviveâ€. Kelugasan mengungkapkan perasaan, merasa didengarkan, dan mendapatkan support dari teman atau guru menjadi energi positif untuk belajar giat di hari yang bersangkutan. Bagi kelas I SD sampai SMA, pada siang hari ada rutinitas makan siang bersama dan shalat Zuhur berjamaah. Menjelang pulang kelas ditutup dengan shalat Asar berjamaah, merapikan kelas, conclusion bersama wali kelas, dan doa pulang.
Secara insidental ke-Nasima-an dipupuk lewat kegiatan edukatif pada Hari Besar Nasional dan Hari Besar Keagamaan. Dari aneka lomba sampai pecan wirausaha dan pentas seni lintas budaya, dari ziarah ke makam pahlawan sampai napak tilas atau parade kostum pejuang berkeliling kota, dari kegiatan bersedekah sampai silaturahmi dengan veteran pejuang. Tak kalah uniknya, warga Sekolah Nasima memiliki dan mengenakan pakaian-pakaian khusus sebagai wujud nyata spirit nasionalis agamis. Setiap tanggal 7 warga Sekolah Nasima mengenakan pakaian bernuansa warna merah putih. Setiap tanggal 17 mengenakan pakaian surjan lurik dan blangkon bagi laki-laki serta kebaya dan kain batik bagi perempuan. Kemudian setiap HUT RI warga sekolah mengenakan pakaian adat suku-suku bangsa Nusantara. Pada Hari Sumpah Pemuda (28 Oktober) mengenakan pakaian profesi yang menjadi cita-cita peserta didik. Sedangkan pada saat Hari Pahlawan (10 November) warga sekolah mengenakan pakaian mirip pejuang kemerdekaan.
Jelajah Nusantara
Budaya Sekolah Nasima sebagaimana tergambar di atas diselenggarakan dalam lingkungan sekolah yang tak kalah simboliknya. Gedung-gedung Sekolah Nasima mempunyai dominasi warna merah putih, sejiwa dengan bendera Sang Merah Putih. Merah putih bisa dianalogikan dengan menyatunya jiwa nasionalisme dan keagamaan yang kuat.
Tidak cukup itu. Begitu masuk ke relung-relung ruang kelas kita akan menemukan nama-nama kota se-Indonesia. Dari nama kota yang popular sampai yang jarang terdengar semuanya terpampang sebagai nama-nama ruang di Sekolah Nasima. Nama Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Bogor, dan sebagainya digunakan sebagai nama-nama ruang di KB, TK, dan SD Nasima di (Kampus III dan Kampus I). Sedangkan nama Kediri, Baubau, Wamena, Pangkalan Bun, Luwu, dan sebagainya menjadi nama-nama ruang di kampus SMP dan SMA Nasima di Kampus II.
Tidak sekedar nama, begitu kita cermati isi ruangnya, maka kita akan mendapatkan papan info sekitar kota yang menjadi nama ruang. Gambar peta, lambang daerah, kondisi geografis, kekhasan seni budaya, dan aneka potensi daerah terpampang dalam sebuah papan informasi. Beberapa kelas secara kreatif juga memajang karya-karya budaya asli dari daerah bersangkutan. Bendera Merah Putih dan lambang-lambang kesetiaan Negara lainnya juga diletakkan di setiap ruang. Hal ini menyimbolkan bahwa di kota manapun kita berada, sebenarnya kita ada di wilayah Nusantara. Siapapun warga Negara Indonesia bertanggungjawab sama untuk memajukannya secara adil. Tak salah bila kita bisa menemukan Indonesia Mini di Sekolah Nasima. Penataan atau display kelas Indonesia Mini tersebut merupakan bagian awal dari program Jelajah Nusantara (JN).
Display kelas dalam kerangka program Jelajah Nusantara ini disebut DK-JN. Program Jelajah Nusantara selanjutnya adalah memfasilitasi peserta didik untuk melakukan kunjungan pengenalan lingkungan dan profesi (PLP-JN) ke obyek-obyek di sekitar sekolah, meluas ke sekitar Kota Semarang untuk jenjang TK dan SD kelas rendah. Bagi peserta didik SD kelas atas obyek PLP-JN meliputi seputar Jawa Tengah serta Daerah Istimewa Yogyakarta. Objek kunjungannya bisa berupa instansi pemerintah untuk pelayanan publik, BUMN/BUMD, industri, dan sebagainya. Selain itu ada kegiatan perkemahan, outbound, dan pesantren Ramadan.
Di jenjang SMP dan SMA ada program Pengenalan dan Eksplorasi Lingkungan (PEL-JN) dan Eksplorasi, Live In, dan Ekspose (ELE-JN). Kegiatan PEL-JN diselenggarakan di objek-objek di seputar Pulau Jawa. Untuk ELE-JN, SMP Nasima mengambil objek di sekitar Jawa. Sedangkan SMA Nasima melakukan ELE-JN di daerah-daerah se-Indonesia secara berkelanjutan. Khusus ELE-JN, peserta didik melakukan kegiatan eksplorasi aneka potensi suatu daerah yang dikunjungi melalui pendekatan kebudayaan. Mereka tinggal beberapa hari di objek tersebut agar lebih mendalam pembauran dan eksplorasinya. Puncak kegiatannya adalah ekspose atau penciptaan suatu karya untuk daerah yang dikunjungi serta pentas bersama antara peserta didik Nasima dengan masyarakat setempat.
Pembelajaran Kreatif
Kurikulum dan pembelajaran di Nasima mengacu pada standar nasional yang dikembangkan dan dilengkapi dengan materi-materi khas Nasima. Guna mewujudkan kompetensi eksakta yang kuat, bahasa komunikasi internasional yang lancar, dan pemanfaatan teknologi informasi terkini, Sekolah Nasima memfasilitasi setiap pembelajaran secara optimal. Laboratorium fisika, biologi, kimia, matematika, teknologi informasi, dan bahasa lengkap disediakan. Toddler, KB dan TK Nasima belajar di 9 sentra plus playground, laboratorium komputer, perpustakaan, ruang serba guna, klinik kesehatan, dan halaman untuk olah raga.
Kelas-kelas SD sampai SMA telah dilengkapi perangkat multimedia seperti komputer terkini, LCD projector, LCD screen, dan speaker aktif. Hot spot area dan CCTV pun tak ketinggalan. Semua guru dan peserta didik Nasima termotivasi untuk menerapkan pembelajaran berbantuan multimedia.
Tidak melulu multimedia, guru-guru Nasima dari Kelompok Bermain sampai SMA adalah sosok-sosok kreatif. Usia mereka yang berjiwa muda menjadikan ramah, care, energik, dan inovatif sebagai karakternya. Alat peraga edukatif, modul, lembar kerja, dan majalah pendidikan produktif dihasilkan melengkapi aneka media yang telah ada di ruang-ruang kelas. Media pembelajaran menjadi efektif di tangan guru berkompeten. Guru-guru Nasima membuktikannya.
Pembelajaran aktif, kreatif, dan menyenangkan (PAKEM) adalah standar minimal di Sekolah Nasima. Rundown pembelajaran Nasima telah disusun dan dijadikan panduan setiap pembelajaran. Multimedia, aneka peraga, berbagai metode yang menarik biasa diterapkan untuk membimbing peserta didik mencapai taraf perkembangannya secara optimal. Sekali lagi, nilai-nilai ke-Nasima-an selalu terintegrasi dalam pelaksanaan pembelajaran.
Guna membekali kemampuan eksakta dan budaya ilmiah peserta didik difasilitasi untuk melaksanakan percobaan-percobaan dari yang sederhana sampai yang kompleks. Anak-anak KB-TK Nasima disediakan ruang sentra bahan alam sebagai media mengenal sekaligus melakukan percobaan sederhana. Selain itu ada perpustakaan dan sentra-sentra belajar lain yang memotivasi peserta didik untuk memiliki budaya membaca maupun mengeksplorasi segala hal. Di SD Nasima ada perpustakaan dan laboratorium IPA, Matematika, serta IPS. Di jenjang SMP, dan SMA Nasima tersedia fasilitas laboratorium-laboratorium yang lebih lengkap. Ada laboratorium fisika, biologi, kimia, dan IPS. Penelitian dan karya ilmiah terus didorong guna menghasilkan penemuan-penemuan yang bermanfaat bagi kehidupan. Kerja sama dengan Surya Institute di bidang pendidikan Matematika dan Fisika semakin memperkuat langkah Nasima di bidang eksakta.
Kemampuan berbahasa peserta didik ditingkatkan melalui penambahan mata pelajaran dan budaya berbahasa yang baik dan benar. Materi bahasa Indonesia, bahasa Jawa, dan bahasa Inggris diberikan sejak TK Nasima. Di SMP dan SMA Nasima jam bahasa Indonesia dan Inggris ditambahi. Khusus kemampuan berbahasa Inggris aktif bahkan ada mata pelajaran English Coversation for Youngster. Pembelajaran bahasa Arab terintegrasi pada pelajaran Baca Tulis Alquran dilaksanakan sejak TK sampai SMA. Selain itu juga ada pembelajaran bahasa Mandarin di SMP dan SMA. Perpustakaan utama dan perpustakaan di kelas, serta laboratorium bahasa multimedia disediakan di jenjang SD, SMP, dan SMA Nasima untuk mendukung pembelajaran bahasa. Dalam periode tertentu sekolah juga melakukan lawatan ke beberapa negara. Nasima menjalin kerja sama dengan UMMI Foundation, Kampung Inggris Pare, AISEC, dan deJavato untuk memperkuat program ini. Pada masa depan, peserta didik Nasima mampu bersaing dan bersanding dalam dunia lokal, namun tetap menjunjung karakter mulia bangsa Indonesia.
Kompetensi keempat yang disemai pada peserta didik Nasima adalah kompetensi teknologi terapan. Ada tujuh jenis teknologi terpilih untuk kompetensi ini. Secara berjenjang peserta didik menguasai kompetensi hidup dasar, kompetensi hidup sehat, kompetensi mengelola lingkungan hidup, kompetensi teknik dasar, kompetensi tanggap bencana, kompetensi teknologi informasi, serta kompetensi organisasi, kepemimpinan, dan wirausaha. Kompetensi teknologi terapan tersebut diselenggarakan secara kurikuler dan ekstrakurikuler. Dalam kurikulum teknologi-teknologi terapan tersebut dilaksanakan dalam bentuk mata pelajaran khusus (TIK) dan integratif, misalnya pemanfaatan TI dalam semua pembelajaran, praktik teknik dasar dalam pelajaran IPA, praktik simulasi bencana pada pelajaran IPS, dan sebagainya. Dalam ekstrakurikuler, pembelajaran teknologi terapan diterapkan dalam kegiatan Pramuka, dokter kecil atau PMR, OSIS, pecan wirausaha, dan sebagainya.
Konsep dan penerapan pendidikan di Sekolah Nasima sebagaimana tergambar di atas disusun dalam suatu cetak biru kependidikan. Cetak Biru Sekolah Nasima disusun dalam 5 buku. Buku 1 bertajuk Kompetensi Nasima. Isinya memuat konsep umum, pembentukan Nasima melalui budaya sekolah, pembentukan Nasima melalui pembelajaran, dan pembentukan Nasima melalui jelajah Nusantara. Buku 2 bertajuk Kompetensi Bahasa Nasima. Buku 3 bertajuk Kompetensi Eksakta Nasima. Buku terakhir, buku 4 bertajuk Kompetensi Teknologi Terapan Nasima. Empat buku itu dilengkapi dengan buku Manajemen Kependidikan YPI Nasima. Keberadaan buku cetak biru tersebut sangat bermanfaat dalam memberi panduan sekaligus mempertegas karakter Sekolah Nasima dalam setiap aktivitas kependidikannya.
Prestasi, Akreditasi Amat Baik, dan ISO 9001:2008
Komitmen pada visi misi pendidikan, kultur sekolah, kualitas pembelajaran, dan kompetensi lulusan Sekolah Nasima telah diakui masyarakat. Pengakuan dari berbagai kalangan, bahwa Sekolah Nasima adalah sekolah unggulan atau sekolah favorit bukan sekedar di lisan saja. Secara legal formal Sekolah Nasima juga telah mendapatkan pengakuan dari lembaga pemerintah maupun lembaga internasional. Buktinya, TK dan SD Nasima mendapatkan nilai mendekati sempurna (di atas 97 dari nilai maksimal 100) oleh Badan Akreditasi Sekolah Dinas Pendidikan alias Terakreditasi A (Amat Baik). Sertifikat ISO juga telah digenggam TK dan SD Nasima mulai tahun 2011.
Tak ketinggalan dengan TK dan SD, SMP dan SMA Nasima yang usianya lebih muda juga telah mengantongi Akreditasi Amat Baik. Sertifikat ISO 9001:2008 juga telah disematkan untuk SMP Nasima dan SMA Nasima mulai 14 Januari 2010 untuk kurun waktu 3 tahun. Sertifikat itu mampu diperpanjang kembali pada 7 Januari 2012 setelah melalui proses audit internal dan eksternal.
Beragam prestasi juga berhasil diraih pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, dan sekolah. Prestasi yang diraih pendidik Nasima antara lain Juara I Nasional Inovasi Guru TK, Juara I Nasional Dongeng Guru TK, Juara I Jateng DIY Lomba Guru Kreatif TK, Juara II Jateng-DIY Lomba Guru Kreatif SD, Juara I dan III Jateng-DIY Lomba TI Guru SMP, Juara II Jateng Lomba PTK Guru SMP, Juara Penulisan Buku Penunjang Pembelajaran SD dan SMP, dan sebagainya. Tenaga kependidikan juga tak ketinggalan berprestasi, antara lain Juara I Nasional Pustakawan SD.
Prestasi yang diraih peserta didik KB, TK, SD, SMP, dan SMA Nasima sudah tak terhitung, mulai dari tingkat kota, provinsi, sampai nasional. Lomba-lomba nonakademik yang terkait dengan bakat minat sangat banyak dimenangi oleh peserta didik Nasima. Juara melukis, menari, band, silat, taewondo, karate, dan golf adalah contohnya. Peserta didik SD Nasima meraih juara sepatu roda, bola volley, sepak bola, dan futsal tingkat kota dan provinsi. Peserta didik SMP juga pernah jawara kota dan provinsi di cabang yudo dan karate. Di bidang akademik, peserta didik SD Nasima pernah menjadi Siswa Teladan Jateng dan lomba cerdas cermat perbankan tingkat nasional. Peserta didik SMP menjadi juara I KIR kota dan provinsi, juga pernah menjadi juara LPIR nasional dan finalis ISPO. Peserta didik SMA mampu menjadi juara desain pintu gerbang Unnes, juara desain jembatan UNDIP, LCC dan karikatur perpajakan, LKIR tingkat kota dan provinsi, serta medali kehormatan ISPO untuk desain batik dari citra mikroskop.
Prestasi juga diraih sekolah. Sekolah Nasima secara keseluruhan dianugerahi Rekor MURI atas Kreativitas 1.771 Wayang Kertas Tokoh Nusantara. SD Nasima dinobatkan sebagai Juara I Sekolah Berkarakter Kebangsaan tingkat Jawa Tengah tahun 2014. KB-TK Nasima menjadi Juara I Lembaga Berprestasi Kota Semarang dan Juara III Lembaga Berprestasi Provinsi Jawa Tengah. Tahun 2016, SD dan SMP Nasima ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Sekolah Piloting atau Percontohan Nasional Program Penguatan Pendidikan Karakter. Dasar legal pemilihan sekolah piloting tersebut adalah SK Direktur Pembinaan SD Dirjen Dikdasmen Kemdikbud RI No. 2870/D2/KP/2016 untuk SD Nasima dan SK Direktur Pembinaan SMP Dirjen Dikdasmen Kemdikbud RI No. 2986.I/D3/KP/2016 dan untuk SMP Nasima. Pram