ZIARAH WALIYULLAH: Ketua Pembina YPI Nasima, KH Hanief Ismail Lc (nomor 4 dari kiri) memimpin ziarah di Makam KH Sholeh Darat di kompleks TPU Bergota Semarang (3/3/2023).
Jumat Kliwon malam 3/3/2023 warga Sekolah Nasima melakukan ziarah ke makam KH Muhammad Sholeh Darat. Letak makamnya ada di kawasan TPU Bergota Semarang. Ziarah tersebut merupakan kegiatan rutin sebagai bagian dari tradisi Setu Legen (hari Sabtu dengan pasaran Legi menurut penanggalan Jawa – red) pada bulan Maret ini. Rangkaian tradisi Setu Legen terdiri dari ziarah ke makam waliyullah dan khataman Al Qur’an bersama para guru hafidz serta hafidzah Sekolah Nasima di Masjid Baitul Masykur.
Ada tiga puluh dua orang yang mengikuti kegiatan ziarah tersebut. Mereka terdiri dari organ yayasan, guru, serta tenaga kependidikan Sekolah Nasima. Ketua Pembina YPI Nasima, KH Hanief Ismail Lc hadir. Tampak pula Wakil Ketua Pengurus, Ilyas Johari SPd MM, Direktur Asrama dan Keagamaan, Ahmad Mundzir MPd AH, dan Direktur Litbang, Supramono MPd. Hadir pula jamaah dari Nasima Motor dan Pasar Kubro Merah Putih. Ziarah dipandu oleh Ahmad Mundzir MPd AH.
“Alhamdulillah bisa istiqomah ngalap berkah dan karomah melalui ziarah ke makam-makam waliyullah.KH Sholeh Darat adalah ulama besar yang menjadi guru dari beberapa ulama dan tokoh ternama Nusantara. Semoga kita bisa meneladani keutamaan ilmu serta akhlak beliau,” kata Ahmad Mundzir.
Guru para guru
KH Sholeh Darat lahir pada tahun 1820 di Kedung Jumbleng, Mayong, Jepara. Nama kecilnya adalah Muhammad Sholeh bin Umar. Ayahnya, Kiai Umar adalah salah satu pasukan Pangeran Diponegoro yang gigih melawan penjajah Belanda. Di kalangan ulama dunia dikenal dengan sebutan KH Sholeh Darat As-Samarani. Dia merupakan salah satu ulama Nusantara yang mendapat semacam lisensi untuk mengajar di Mekkah, Arab Saudi. Setelah selesai “bertugas” di Mekkah dia kembali ke Semarang dan mendirikan pesantren di wilayah Darat. Oleh karena itulah ia dikenal dengan sebutan KH Sholeh Darat.
Sejak kecil KH Sholeh Darat belajar Al Qur’an dan ilmu agama dari ayahnya. Setelah itu dia menjelajah Jawa untuk mencari ilmu. Dia belajar ilmu fiqih di Pondok Pesantren Waturoyo Kajen Pati yang diasuh Kiai M Syahid. Kemudian belajar kepada KH Raden Haji Muhammad Shaleh bin Asnawi di Kudus. Belajar ilmu nahwu sharaf kepada KH Ishak Damaran di Semarang. Selanjutnya berguru kepada KH Abu Abdillah Muhammad bin Hadi Buquni, KH Ahmad Bafaqih Ba’lawi, dan Syekh Abdul Ghani Bima. Di Purworejo, KH Sholeh Darat belajar ilmu tassawuf dan Al Qur’an kepada Mbah Ahmad Alim Bulus.
KHUSYUK: Peziarah dari Sekolah Nasima khusyuk melantunkan kalimat-kalimat thoyibah dan doa untuk arwah KH Sholeh Darat serta arwah para perintis Sekolah Nasima.
Setelah itu merantau ke Mekkah, Arab Saudi. Dia berguru kepada Syekh Muhammad al Muqri, Syekh Ahmad Nahrawi, Sulaiman Hasbullah al Makki, dan Sayyid Ahmad Ibn Zaini Dahlan. Karena kepandaiannya, KH Sholeh Darat dipilih menjadi salah satu pengajar di Mekkah. Pada saat hampir bersamaan dia bertemu dengan Mbah Hadi Girikusumo yang memiliki pondok pesentren di Girikusumo, Mranggen, Demak. Mbah Hadi membujuk KH Sholeh Darat untuk kembali ke Nusantara guna mengamalkan ilmu di tanah air sendiri. Pesantren Darat didirikan dan puluhan kitab ditulisnya. Ribuan santri dididiknya. Banyak diantaranya menjadi tokoh-tokoh besar.
Peneliti sejarah M Rizka Chamami mengungkapkan, setidaknya ada tiga keutamaan pada sosok ulama besar Kiai Sholeh Darat. Yang pertama, beliau adalah orang Jawa yang betul-betul njawani, hal itu terlihat dari kejawaannya dari hasil karya-karyanya kitab yang berbahasa Jawa yang ditulis dengan huruf Arab Pegon. Arab Pegon adalah tulisan dengan abjad atau huruf Arab atau huruf Hijaiyah, tapi menggunakan bahasa lokal seperti bahasa Jawa, Madura, Sunda, Melayu dan bahasa Indonesia.
Yang kedua, Kiai Sholeh Darat dikenal dengan komitmennya untuk membangun nalar Nusantara karena pada waktu itu ikut ayahnya berjuang menghadapi Belanda. Hal ini menunjukkan kecintaannya kepada Nusantara dengan benci kepada penjajah Belanda. Bahkan, dia menulis sebuah kitab yang salah satu dari isinya “Barang Siapa meniru gaya-gaya Belanda, maka orang itu sama dengan mereka (Belanda-red), termasuk memakai sesuatu benda seperti Belanda, misalnya celana, topi, dan dasi”. Dia menjelaskan hal tersebut di Kitab Majmu’at asy -Syariah Al Kafiyah li al Awam. Pada konteks masa penajajahan, hal tersebut bisa menumbuhkan kecintaan dan mendorong jiwa kebangsaan membuat masyarakat beragama dengan baik, termasuk menerjemahkan Al Qur’an dengan menajamkan hal-hal yang memuat visi dan misi kebangsaan.
Keutamaan yang ketiga adalah karomah-karimah yang menunjukkan kewaliannya. Pada satu riwayat, Belanda ingin membujuk Kiai Sholeh Darat untuk tunduk kepada Belanda dengan membawakannya berbagai macam harta benda. Segala bujuk rayu utusan Belanda dilancarkan, namun dia bergeming. Sampai suatu batas kesabarannya, atas izin Allah Kiai Sholeh Darat mengubah sebongkah batu besar di sebelahnya menjadi emas yang berkilau. Dia bermaksud untuk memberitahu kepada Belanda bahwa dia tidak butuh pemberian Belanda karena Allah telah mencukupi segala keperluannya. Utusan Belanda pun gemetar ketakutan dan segera meninggalkan pesantren.
Namun, setelah peristiwa itu KH Sholeh Darat menangis menyesal karena terlanjur menunjukkan karomah kewaliannya di hadapan banyak orang. Dia semakin banyak tafakur memohon ampun atas “kesombongan” yang telah dipertunjukkannya tersebut. Sebuah teladan kerendahan hati yang luar biasa. Dengan ilmu, karomah, dan keteladanan akhlak yang dimilikinya KH Sholeh Darat melahirkan tokoh besar seperti pendiri NU KH Hasyim Asyari, yang menjadi muridnya sekitar tahun 1890. Selain itu, tokoh Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan (1912) juga pernah mengaji di Pesantren Darat. (Pram)
SILATURAHMI: Kegiatan ziarah bermanfaat untuk memperkuat religiusitas sekaligus mempererat silaturhmi keluarga besar YPI Nasima.