NASIMA YES : Ekspresi ceria seluruh peserta didik kelas XI bersama bapak dan ibu guru pendamping dengan pose tangan mengepal tanda Nasima Yes.
Lombok menjadi saksi bisu perjalanan penuh makna peserta didik Kelas XI SMA Nasima dalam Program ELE-JN (Explore-Live in,-Expose Jelajah Nusantara) pada tahun 2025. Kegiatan yang berlangsung selama beberapa hari ini sarat dengan nilai edukatif, budaya, dan spiritualitas. Dimulai dengan ziarah ke makam “Ketak”, para peserta didik diajak mengenang jasa Tuan Guru Lopan, tokoh pembaharu Islam di Lombok. Momen hening penuh rasa hormat ini menjadi langkah awal dalam menyelami kekayaan spiritual masyarakat Sasak.
Setibanya di Desa Wisata Kembang Kuning, rombongan disambut dengan hangat oleh warga dan suguhan Tarian Pakon, tarian api khas Lombok. Dentuman alat musik tradisional dan kobaran api menyalakan semangat para peserta, menciptakan suasana haru sekaligus kekaguman yang sulit dilupakan. Kehangatan ini menjadi benang merah sepanjang kegiatan yang mereka jalani.
Hari kedua membawa mereka ke desa-desa di Lombok Timur. Di sana, peserta didik belajar membuat minyak kelapa dan kopi secara tradisional. Aktivitas ini bukan sekadar praktik, namun juga pelajaran berharga tentang nilai kesabaran dan dedikasi. Melalui tangan-tangan terampil penduduk lokal, mereka menyaksikan bahwa hasil terbaik datang dari proses yang penuh cinta dan ketekunan.
SANGRAI KOPI : Fidelia Aufa dari kelas XI.1 terlihat terampil dalam praktik pembuatan kopi khas Lombok secara tradisional.
Kegiatan dilanjutkan dengan membuat kerajinan anyaman bambu di Desa Loyok dan belajar menenun kain songket di Pringgasela. Kedua aktivitas ini menyuguhkan pengalaman merasakan langsung budaya Lombok yang begitu lekat dengan alam dan ketekunan. Setiap helai benang dan potongan bambu menjadi simbol keharmonisan manusia dengan lingkungannya.
Perjalanan budaya berlanjut ke kawasan Mandalika, di mana peserta didik tak hanya menikmati keindahan alamnya, tetapi juga mendalami tradisi lokal. Peserta didik juga melakukan kunjungan ke Desa Sasak Ende dan dikenalkan pada tradisi unik: mengepel lantai rumah menggunakan kotoran kerbau. Tradisi ini dipercaya memiliki khasiat antiseptik. Ini menjadi pelajaran bahwa kebersihan dan kesehatan dapat berasal dari warisan tradisi yang alami.
Keindahan seni bela diri Peresean dan Tarian Sasak Ende juga menjadi sorotan dalam kunjungan ini. Pertunjukan yang memukau tersebut memperlihatkan ketangguhan dan jiwa sportivitas dalam budaya Lombok. Para peserta didik belajar bahwa kekuatan sejati bukan hanya terletak pada fisik, tetapi juga dalam kendali diri dan nilai hormat.
KSATRIA GAGAH : Arya Panji (kiri) dan Fahrezi (kanan) dari kelas XI.3 unjuk keberanian mencoba tari Peresean Sasak Ende dengan penengah oleh pak Joko Sulistiyono.
PARAS MENAWAN : Para siswi SMA Nasima berfoto bersama mengenakan baju adat sasak di depan rumah adat Bale dengan pose membentuk huruf L (Lombok).
Di Dharma Setya Art, mereka mengenakan pakaian adat Lombok dan mengenal simbol-simbol budaya dalam setiap coraknya. Aktivitas ini menyadarkan mereka akan pentingnya meresapi dan menghargai jati diri bangsa melalui warisan leluhur. Disambut dengan senyum ramah warga dan derap langkah cidomo di Desa Bilebante, pengalaman ini terasa seperti kembali ke masa lalu yang penuh makna.
Tak hanya budaya, keindahan alam Lombok juga menjadi bagian tak terpisahkan. Snorkeling di Gili Nanggu, Kedis, dan Sudak membawa para peserta didik ke dunia bawah laut yang memesona. Air sebening kaca, terumbu karang berwarna-warni, dan ikan-ikan tropis menciptakan momen yang tidak hanya seru, tapi juga menyadarkan pentingnya menjaga ekosistem laut.
KEINDAHAN ALAM : Keseruan snorkeling di pantai Gili Nanggu melihat aneka ragam jenis ikan dan asrinya terumbuk karang memanjakan setiap mata yang memandang.
Perjalanan penuh makna kami ke Nusa Alam International School, Islamic Center, Universitas Mataram, dan Desa Bilebante telah memberikan pengalaman luar biasa yang memadukan keseruan belajar lintas budaya, kekayaan spiritual, wawasan akademik, serta kearifan lokal melalui upacara Betemoe dan pembacaan daun lontar. Setiap tempat menyimpan filosofi mendalam tentang harmoni, toleransi, dan pencarian ilmu yang tak henti.
Salah satu peserta didik, Farrel Alghavin dari kelas XI.2, pun turut membagikan kesannya. “Momen yang paling berkesan adalah saat snorkeling di Gili Nanggu serta berkeliling ke Gili Kedis dan Gili Sudak. Rasanya seperti mimpi! Tetapi yang lebih penting, saya jadi sadar betapa berharganya alam Indonesia yang perlu kita jaga bersama,” ujarnya penuh semangat.
UNIVERSITAS MATARAM : Foto bersama peserta didik, guru pendamping, dekan, dan dosen saat kunjungan studi lanjut di FEB, Universitas Mataram.
Kegiatan penutup yang memiliki istilah “Be Temue” di Desa Bilebante menghadirkan kehangatan kebersamaan melalui tradisi makan bersama dalam satu nampan, simbol persatuan dan kesederhanaan hidup. Di tengah gelapnya malam, cahaya obor yang dibawa menggambarkan semangat gotong royong dan harapan akan kehidupan yang lebih cerah dan harmonis. Puncaknya, pertunjukan tari Gandrung menyita perhatian, menjadi wujud rasa syukur dan penghormatan kepada Dewi Padi sebagai simbol kemakmuran.
Menurut Amalia Puspita Rengganis, M.Pd., selaku guru pendamping dalam kegiatan ini, mengungkapkan rasa bangganya. “Program ini tidak hanya membentuk pengetahuan, tetapi juga karakter. Anak-anak belajar langsung tentang nilai spiritual, budaya, kesederhanaan hidup, dan kecintaan terhadap alam. Ini jauh melampaui pembelajaran di dalam kelas”.
BE TEMUE : Menjalin silaturahmi melalui tradisi bertemu seluruh masyarakat di Desa Bilebante dengan keliling pawai obor.
Dari tiap tempat yang dikunjungi, para peserta didik tidak hanya menjadi pengamat, melainkan juga pelaku dalam proses pembelajaran langsung. Mereka diajak merenungi betapa kayanya negeri ini. Kekayaan baik dari segi budaya, sejarah, maupun alam. Hal ini menjadi tanggung jawab generasi muda untuk menjaganya agar tetap asri dan lestari.
Program ELE-JN di Lombok ini menjadi bukti nyata bahwa belajar bisa dilakukan di luar kelas dengan cara yang menyenangkan dan bermakna. Setiap langkah dan kegiatan yang dijalani peserta didik SMA Nasima membentuk mozaik pengalaman yang memperkaya hati, pikiran, dan jiwa mereka sebagai generasi penerus bangsa. (AD)